Sejumlah tujuh makanan ringan dalam kemasan (snack) yang biasa dikonsumsi anak-anak tidak mencantumkan kandungan MSG (vetsin) yang diyakini bila MSG dikonsumsi dalam jumlah tertentu mengancam kesehatan anak.
Nurhasan dari (Public Interest Research and Advocacy Center-PIRAC) di Jakarta, Kamis, mengatakan pihaknya sudah meneliti 13 contoh makanan ringan yang beredar luas.
Dari 13, tujuh diantaranya mengandung Mono Sodium Glutamate--MSG tetapi tidak mencantumkannya dalam kemasan, empat produk menyatakan mengandung penyedap dan penambah rasa tetapi tidak menyebutkan mengandung MSG dan dua produk mencantumkan MSG namun tidak menyebut jumlah kandungannya.
Ketujuh produk tersebut adalah Cheetos (1,20 persen), Chitato rasa sapi panggang (1,06), Chiki rasa keju (0,76), HappytosTorpilachips (0,71), Golden Horn rasa keju (0,46), Smax rasa ayam (0,57), dan Taro Snack rasa rumput laut (0,62).
Keempat produk yang menyatakan mengandung penyedap dan penambah rasa tetapi tidak menyebutkan mengandung MSG adalah Zetz rasa ayam bumbu mamamia (0,50), Twistko rasa jagung barbeque (1,59), Double Decker Snack ayam (0,48) dan Twistee Corn (0,47). Keempat produk itu dinilai dianggap menyesatkan karena menyebutkan mengandung penyedap rasa tetapi tidak menyebutkan mengandung MSG.
Dua produk yang mencantumkan MSG tetapi tidak menyebutkan jumlah kandungannya adalah Gemez rasa ayam panggang (0,59) dan Anak Mas rasa keju (0,52).
MSG, kata Nurhasan, dapat menembus plasenta pada saat kehamilan, menembus jaringan penyaring antara darah otak, dan menyusup ke lima organ circumventricular. Pelindung darah otak yang terkontaminasi dapat mengakibatkan kelainan hati, trauma, hipertensi, stres, demam tinggi dan proses penuaan. MSG juga memicu reaksi gatal, bintik merah di kulit, mual, dan muntah sakit kepala, migren, asma, gangguan hati, ketidakmampuan belajar dan depresi. "Penggunaan MSG lebih berisiko pada bayi dan anak-anak," katanya.
Ke-13 produk tersebut dinilai melanggar pasal 30 ayat 2 tentang label pada UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU PK). Produk tersebut juga dinilai melanggar Pasal 3 ayat 2 PP No 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
Pasal 33 UUPK dan pasal 5 PP 69/1999 yang menyatakan setiap produk kemasan harus memuat keterangan dengan benar dan tidak menyesatkan. PIRAC meminta pemerintah untuk mengawasi standarisasi penggunaan MSG pada makanan dalam kemasan. Produsen juga hendaknya diwajibkan menggunakan ukuran miligram dan bukan persentase.
Pemerintah juga hendaknya mewajibkan produsen makan ringan yang menggunakan MSG untuk mencantumkan bahaya penggunaan MSG pada anak-anak dalam jumlah tertentu. "Jika produsen tersebut melanggar maka dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku," kata Nurhasan.
Dia juga meminta Badan Pengawasan Obat dan Makanan untuk memerintahkan ke-13 produsen makanan ringan tersebut menarik produknya dari pasar dan menggantikannya dengan kemasan yang sudah direvisi. Produsen makanan dalam kemasan sebenarnya wajib mencantumkan dengan benar kandungan dan komposisi produknya dengan benar dan hak konsumen yang menentukan apakah akan membeli atau tidak.
Dikatakan percobaan pada binatang, ayam yang mengonsumsi MSG sebanyak empat miligram mengantuk dan terkapar. MSG yang beredar di Indonesia ada dua jenis, yakni alami dan buatan (sintetik). "Hampir dapat dipastikan produsen makanan menggunakan MSG buatan karena jauh lebih murah," katanya.
Beberapa tahun lalu masalah MSG ini sempat membuat heboh masyarakat, terutama kaum Muslimin, karena diduga bahan dasarnya berasal dari minyak babi. Namun lama kelamaan 'heboh' itu hilang dengan sendirinya bagaikan lenyapnya asap rokok yang tertiup angin. (Ant/Her/Ol-01)
Sumber :website depkes RI
0 Comments